Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyampaikan rencana pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru pada Puncak Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta International Velodrom. Kebijakan ini mencakup kenaikan gaji dan tunjangan guru ASN dan non-ASN yang tersertifikasi, dengan tambahan tunjangan sertifikasi. Pemerintah juga memberikan perhatian serius terhadap peningkatan kualitas pendidikan guru melalui bantuan kelanjutan studi ke jenjang D4 atau S1. Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 17,51 triliun untuk memperbaiki sarana dan prasarana dari 10.000 sekolah negeri dan swasta di seluruh Indonesia. Langkah ini sebagai upaya komprehensif untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang layak dan kondusif.
Namun, kebijakan tersebut menuai beragam tanggapan, tentang skema rinci kenaikan gaji guru. Organisasi guru dan pengamat pendidikan menyoroti transparansi dalam implementasi kebijakan ini. Meski langkah Prabowo diapresiasi, sejumlah pihak mempertanyakan prioritas pemerintah mendukung guru honorer yang belum tersertifikasi, selama ini menghadapi kesulitan finansial. Kondisi guru honorer sebagian besar berpenghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, memerlukan perhatian khusus dibandingkan memberikan kenaikan tunjangan kepada guru bersertifikat. Dengan tantangan besar dalam sertifikasi dan anggaran yang terbatas, kebijakan ini diharapkan mampu berjalan secara adil dan menjawab kebutuhan semua pihak di sektor pendidikan.
1. Pengumuman Kebijakan: Komitmen Pemerintah terhadap Kesejahteraan Guru
Pada Puncak Hari Guru Nasional 2024 di Jakarta International Velodrome, Presiden Prabowo bersama Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengumumkan kenaikan gaji guru sebagai bagian upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Pemerintah berkomitmen mengalokasikan Rp 81,6 triliun untuk kesejahteraan guru, menaikkan tunjangan sertifikasi guru ASN sebesar satu kali gaji pokok, dan tunjangan sertifikasi guru non-ASN menjadi Rp 2 juta.
Selain itu, Rp 17,51 triliun dialokasikan untuk perbaikan sarana-prasarana di 10.440 sekolah negeri dan swasta. Pemerintah mendorong 600.000 guru untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) pada 2024 dan menargetkan sertifikasi bagi 800.000 guru pada 2025.
2. Kondisi Gaji Guru di Indonesia: Masalah yang Mendasar
Gaji Guru Honorer
Data survei Lembaga Riset Ideas dan GREAT Edunesia Dompet Dhuafa mengungkapkan realitas pahit dihadapi mayoritas guru honorer di Indonesia. Sebanyak 74 persen guru honorer memiliki penghasilan di bawah Rp 2 juta per bulan, dan 13 persen di antaranya hidup dengan pendapatan kurang dari Rp 500.000 per bulan. Situasi ini menggambarkan sulitnya guru honorer memenuhi kebutuhan sehari-hari, di tengah inflasi yang terus meningkat. Rendahnya penghasilan menciptakan kesenjangan kesejahteraan antara guru honorer dan guru ASN, memiliki penghasilan lebih stabil dan tunjangan tambahan. Menjadi perhatian serius, mengingat peran guru honorer tidak kalah penting membangun kualitas pendidikan di Indonesia.
Keterlambatan pembayaran gaji menjadi tantangan besar lainnya. Guru honorer harus menunggu tiga bulan sekali hingga dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) cair sebelum menerima gaji. Membuat finansial sulit memaksa mencari pekerjaan tambahan di luar jam mengajar. Padahal dituntut untuk menjalankan berbagai tanggung jawab seperti mengajar, mengurus administrasi, dan memimpin kegiatan ekstrakurikuler. Dengan tekanan dan tanggung jawab yang besar, penghasilan rendah ini menjadi paradoks yang harus segera diatasi oleh pemerintah untuk menciptakan keadilan bagi seluruh tenaga pendidik.
Tunjangan Sertifikasi Guru
Guru yang bersertifikasi mendapatkan tunjangan tambahan cukup signifikan. Bagi guru ASN, tunjangan sertifikasi diberikan sebesar satu kali gaji pokok, secara finansial cukup membantu meningkatkan taraf hidup. Namun, tunjangan ini hanya dapat dinikmati mereka yang sudah memenuhi syarat sertifikasi, sehingga menciptakan kesenjangan antara guru yang bersertifikat dan yang belum. Guru honorer non-ASN hanya dijanjikan tambahan tunjangan sebesar Rp 2 juta, jumlah yang jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak, terutama di kota-kota besar dengan biaya hidup tinggi. Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan kesetaraan dalam penghargaan terhadap peran guru di Indonesia.
Proses sertifikasi syarat untuk mendapatkan tunjangan ini menghadapi berbagai kendala. Kuota terbatas membuat banyak guru tidak dapat mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dalam waktu dekat, sehingga kehilangan kesempatan untuk menikmati manfaat tunjangan sertifikasi. Biaya pendidikan untuk mengikuti sertifikasi menjadi beban tambahan, bagi guru honorer yang penghasilannya sangat rendah. Skema sertifikasi yang ada saat ini memperbesar jurang kesenjangan, alih-alih memberikan solusi inklusif dan berkeadilan bagi seluruh tenaga pendidik di Indonesia.
3. Tantangan Implementasi Skema Kenaikan Gaji Guru
Kesenjangan antara Guru ASN dan Non-ASN
Kenaikan gaji yang direncanakan pemerintah bagi guru bersertifikasi, tidak menyentuh akar permasalahan yang dihadapi guru honorer non-ASN. Guru honorer, menjadi tulang punggung pendidikan di berbagai pelosok negeri, justru terabaikan dalam kebijakan ini. Mereka kelompok paling rentan secara ekonomi karena tidak memiliki perlindungan sosial memadai, seperti jaminan kesehatan atau akses terhadap program kesejahteraan lainnya. Kesenjangan antara guru ASN dan non-ASN mencolok dengan adanya tunjangan sertifikasi yang hanya dinikmati oleh guru yang memenuhi syarat tertentu, meninggalkan guru honorer dalam ketidakpastian finansial.
Beban kerja guru honorer besar dibandingkan guru ASN. dituntut memberikan pengajaran berkualitas, mengelola administrasi sekolah, hingga mendampingi siswa dalam berbagai kegiatan. Namun, imbalan yang diterima jauh dari layak. Kondisi ini menciptakan kesenjangan kesejahteraan yang berdampak pada individu guru, dan mutu pendidikan secara keseluruhan. Apabila kesejahteraan guru honorer tidak segera diperhatikan, motivasi dalam menjalankan tugas akan tergerus, pada akhirnya berpotensi mempengaruhi kualitas pendidikan yang diberikan kepada siswa. Kebijakan kenaikan gaji harus mempertimbangkan kebutuhan mendesak dari guru honorer non-ASN sebagai prioritas utama.
Kuota Sertifikasi Guru Terbatas
Sertifikasi guru salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan tambahan, menghadapi kendala besar dalam kuota. Saat ini sekitar 1,43 juta guru belum bersertifikasi di Indonesia. Dengan target pemerintah untuk menyelesaikan proses sertifikasi rata-rata 200.000 guru per tahun, dibutuhkan waktu tujuh tahun untuk memastikan seluruh guru mendapatkan sertifikasi. Angka ini menunjukkan sebagian besar guru, terutama guru honorer, tidak dapat menikmati manfaat tunjangan sertifikasi dalam waktu dekat. Tantangan besar bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan lebih inklusif dan merata bagi seluruh tenaga pendidik.
Selain keterbatasan kuota, proses sertifikasi menghadapi berbagai hambatan teknis dan administratif. Guru harus mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang memakan waktu dan biaya cukup besar. Bagi guru honorer dengan penghasilan rendah, mengikuti program ini terasa mustahil tanpa bantuan finansial dari pemerintah. Akibatnya, banyak guru tidak mampu mengikuti sertifikasi meskipun sangat membutuhkannya. Sehingga perlu solusi alternatif, seperti penyediaan kuota khusus bagi guru honorer atau pemberian tunjangan tambahan tanpa syarat sertifikasi, memastikan kesejahteraan semua guru, baik ASN maupun non-ASN, dapat meningkat secara merata.
4. Kritik terhadap Skema Kenaikan Gaji
Ketidakjelasan Skema Kenaikan
Pengamat pendidikan Ahmad Rizali menyoroti kurangnya kejelasan bentuk kenaikan gaji tersebut, apakah berupa tunjangan rutin atau tambahan seperti THR. Skema tidak jelas berpotensi menciptakan kebingungan di kalangan guru.
Prioritas yang Tidak Tepat
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, mengkritik kebijakan yang memprioritaskan guru bersertifikasi, sementara guru honorer lebih membutuhkan tidak mendapatkan perhatian memadai. Guru honorer, di daerah terpencil, menghadapi kesenjangan perlindungan sosial dan jaminan kesehatan.
5. Solusi Berkeadilan untuk Kesejahteraan Guru
Tunjangan Fungsional bagi Guru Honorer
Pengamat pendidikan Darmaningtyas mengusulkan pemerintah untuk memberikan tunjangan fungsional kepada guru honorer yang belum bersertifikasi. Tunjangan ini dianggarkan melalui APBN atau APBD, sesuai amanat UU Guru dan Dosen.
Reformasi Sistem Sertifikasi Guru
Agar lebih inklusif, proses sertifikasi guru perlu dipercepat dan kuotanya ditingkatkan. Pemerintah dapat mempertimbangkan model sertifikasi berbasis pengalaman atau prestasi, sehingga guru yang sudah lama mengajar langsung memperoleh sertifikat tanpa harus mengikuti pelatihan.
Kenaikan Gaji Berbasis Kebutuhan
Daripada menyamaratakan kenaikan gaji, pemerintah sebaiknya mempertimbangkan skema berbasis kebutuhan, seperti memberikan kenaikan lebih besar kepada guru di daerah terpencil atau yang mengajar di sekolah dengan fasilitas minim.
6. Dampak Kebijakan terhadap Kualitas Pendidikan
Kenaikan gaji dan tunjangan guru berpotensi besar meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Guru yang mendapatkan penghasilan layak lebih fokus pada pengajaran dan pembinaan siswa karena kebutuhan dasar terpenuhi. Dengan kesejahteraan lebih baik, guru dapat mengalokasikan waktu dan energi untuk merancang pembelajaran kreatif, mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi, dan memberikan perhatian kepada perkembangan siswa. Kebijakan ini meningkatkan motivasi dan semangat kerja guru, sehingga berkontribusi pada terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan produktif.
Namun, tanpa skema adil dan jelas, kebijakan kenaikan gaji ini berisiko menciptakan dampak sebaliknya. Kesenjangan antara kelompok guru yang bersertifikasi dan non-sertifikasi, atau antara guru ASN dan non-ASN, semakin melebar. Guru honorer merasa terpinggirkan mungkin kehilangan motivasi untuk mengajar dengan maksimal. Ketidakpastian implementasi kebijakan ini dapat menimbulkan keresahan di kalangan guru, pada akhirnya mengganggu fokus terhadap tugas utama, yaitu mendidik siswa. Untuk mencapai tujuan pendidikan merata dan berkualitas, pemerintah perlu memastikan setiap guru, terlepas dari status, mendapatkan perhatian dan dukungan memadai melalui kebijakan transparan dan inklusif.
Kesimpulan
Kenaikan gaji guru diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto merupakan langkah positif komitmen pemerintah terhadap peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik. Langkah ini diharapkan memberikan dampak langsung pada stabilitas ekonomi para guru, dan menciptakan efek domino positif terhadap peningkatan mutu pendidikan. Dengan pendapatan lebih layak, guru lebih fokus pada tugas utama, yaitu mendidik generasi penerus bangsa. Mereka dapat memanfaatkan tambahan penghasilan untuk mengikuti pelatihan, melanjutkan pendidikan, atau membeli sumber belajar lebih baik, sehingga proses belajar-mengajar menjadi lebih efektif.
Namun, kebijakan ini membutuhkan skema rinci, inklusif, dan berkeadilan agar benar-benar memberikan manfaat bagi seluruh lapisan guru. Guru honorer, bekerja serba terbatas, harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan ini. Kenaikan gaji tanpa memperhatikan kesenjangan berisiko menciptakan ketimpangan besar antara guru ASN bersertifikat dan guru non-ASN atau honorer. Dengan pendekatan tepat, seperti pemberian tunjangan fungsional bagi guru honorer atau alokasi anggaran lebih merata, kebijakan ini tonggak sejarah memperbaiki kualitas pendidikan Indonesia secara menyeluruh. Selain itu, transparansi dan kejelasan implementasi kebijakan ini penting agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan menjaga kepercayaan para guru terhadap pemerintah.
Rekomendasi untuk Pemerintah
- Prioritaskan kenaikan gaji bagi guru honorer.
- Tingkatkan kuota sertifikasi guru setiap tahun untuk mempercepat pemerataan kesejahteraan.
- Alokasikan tunjangan fungsional bagi guru non-ASN yang belum tersertifikasi.
- Pastikan komunikasi transparan terkait skema kenaikan gaji untuk menghindari multitafsir. Dengan langkah-langkah tersebut, kebijakan kenaikan gaji guru menjadi harapan, dan solusi konkret bagi kesejahteraan guru dan peningkatan mutu pendidikan nasional.